Hukum Aqiqah: Wajib, Sunnah, atau Cuma Tradisi Saja
Table of Contents
Hukum Aqiqah
Pernah gak sih lu mikir, “Eh, kalau anak gue lahir trus gue lupa aqiqah, dosa gak tuh?” Atau jangan-jangan, lu ngerasa aqiqah itu cuma ajang pamer domba gemuk biar tetangga iri? Santuy, bro! hukum aqiqah tuh emang sering bikin bingung karena ada yang bilang wajib, ada juga yang nyebut cuma tradisi Arab tempo dulu. Padahal, ini ritual penuh makna—bukan sekadar acara makan-makan atau konten Instagramable. Jadi, sebelum lu buru-buru beli kambing atau malah nunda sampe anak lu kuliah, yuk kita kupas tuntas soal hukum aqiqah yang bener-bener berdasar dalil, bukan opini tukang sate langganan.
Hukum Aqiqah: Wajib, Sunnah, atau Cuma Tradisi Saja?
Nah, ini nih pertanyaan klasik yang bikin jamaah pengajian debat kusir! Menurut jumhur ulama—termasuk Imam Syafi’i, Ahmad, dan Malik—hukum aqiqah itu sunnah muakkad, artinya sunnah yang sangat dianjurkan. Bukan wajib, tapi kalau mampu? Jangan sampe dilupain. Kayak puasa Senin-Kamis—enggak dosa kalo gak puasa, tapi rugi pahalanya. Dalam kitab Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Wahbah Az-Zuhaili nulis jelas: aqiqah itu bentuk syukur atas kelahiran buah hati. Jadi, bukan sekadar “adat kampung” yang bisa dianggap receh.
Hukum aqiqah setelah Dewasa
“Anak gue udah 20 tahun, baru sadar belum diaqiqah. Apa masih bisa?” Tenang, masih bisa! Bahkan Nabi Muhammad SAW pernah ngaqiqahin diri sendiri setelah jadi rasul. Ini jadi dalil kuat bahwa hukum aqiqah tetap berlaku meski usia udah lewat dari bayi. Menurut fatwa MUI dan NU, kalo ortu dulu belum mampu, anak boleh aqiqah buat diri sendiri. Tapi—dan ini penting—kalo ortu dulu mampu tapi males, ya dosa buat ortu, bukan anak. Jadi, jangan nunda-nunda, walaupun anak masih bayi, mending selesaikan selagi duit gajian belum habis buat bayar cicilan motor!
Dasar hukum aqiqah
Kalau lu mikir hukum aqiqah itu cuma dari cerita nenek moyang, salah besar! Dasar hukumnya jelas ada di hadits shahih. Salah satunya dari Samurah bin Jundab: “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud). Ini bukan sekadar anjuran biasa—ini blueprint langsung dari Nabi! Jadi, walau gak ada ayat Quran spesifik soal aqiqah, hadits ini udah lebih dari cukup buat jadi pijakan syariah.
Tata Cara Aqiqah Sesuai sunnah
Tata cara hukum aqiqah itu ada etikanya, gengs! Pertama, sembelih di hari ke-7 kelahiran (itu hari pertama, ya—jadi kalo lahir Senin, aqiqahnya Minggu). Kedua, cukur rambut bayi sampai gundul—jangan cuma dikasih jambul ala seleb TikTok. Ketiga, sedekahkan perak seberat rambut yang dicukur (kalo gak punya perak, bisa diganti uang tunai setara beratnya). Keempat, kasih nama baik—jangan pake nama “BabyG” atau “PrincessK”. Terakhir, dagingnya dimasak trus dibagi ke tetangga, fakir miskin, dan saudara. Nggak harus semuanya mentah! Bisa juga dibikin sate atau gulai, biar acaranya rame kayak kondangan!
Hukum aqiqah menurut Imam Syafi' i
Imam Syafi’i, salah satu imam mazhab terkemuka, punya pandangan tegas soal hukum aqiqah. Beliau nyatain ini termasuk sunnah muakkadah—artinya, wajib diutamakan bagi yang mampu. Dalam Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Imam Nawawi (murid Syafi’iyah) bahkan membolehkan satu sapi buat tujuh anak! Jadi, kalo lu mikir “Aqiqah harus kambing doang”, itu cuma salah satu pendapat. Menurut Syafi’iyah, sapi atau unta juga boleh, asal niatnya jelas dan hewannya sehat.
Ayat dan Hadits tentang Aqiqah
Walau gak ada ayat Quran khusus soal hukum aqiqah, hadits-hadits Nabi Muhammad SAW justru sangat jelas. Contohnya:
“Barangsiapa yang diberi anak laki-laki, hendaklah ia menyembelih dua kambing. Dan barangsiapa yang diberi anak perempuan, hendaklah ia menyembelih satu kambing.” (HR. Abu Dawud)
Ada juga riwayat Ibnu Abbas: Nabi S.A.W. mengaqiqahi Hasan dan Husain masing-masing satu kambing. Ini jadi dalil praktis bahwa jumlah kambing bisa fleksibel, tergantung kondisi. Tapi yang paling afdhal? Dua buat laki-laki, satu buat perempuan. Jangan lupa: kambingnya harus sehat, cukup umur (±1 tahun), dan gak cacat. Jangan sampe pake kambing yang udah pensiun jadi hewan sirkus—karena itu bisa batal hukum aqiqah-nya!
Hukum aqiqah untuk diri sendiri
Nah, buat lu yang dewasa dan sadar belum pernah diaqiqahi ortu, tenang—lu bisa aqiqah buat diri sendiri! Ini dibolehkan berdasarkan hadits Nabi yang mengaqiqahi dirinya sendiri. Menurut para ulama seperti Ibnu Baz, ini bentuk pengejaran sunnah yang sempat terlewat. Harganya? Tergantung kambing. Di Jabodetabek, satu ekor kambing berkualitas standar kisaran IDR 2.5 juta – IDR 3.5 juta. Mahal? Relatif. Tapi bayangin: lu dapet pahala, bayi dalam diri lu juga senyum-senyum liat fotonya di story dengan caption “Alhamdulillah diaqiqahi”.
Hukum aqiqah anak tapi orangtua belum aqiqah
Ini sering bikin bingung: “Gue aja belum diaqiqahi, boleh gak ngasiqahi anak gue?” Jawabannya: boleh banget!Hukum aqiqah itu personal. Gak kaya warisan tanah yang harus urut dari buyut. Jadi, meski ortu lu belum ngasiqahin lu, bukan berarti lu gak boleh ngasiqahin anak lu. Bahkan, ini jadi amal dobel: lu menjalankan sunnah buat anak, sekaligus “menebus” rasa bersalah karena diri lu sendiri belum diaqiqahi. Yang penting? Niatnya ikhlas, bukan biar disebut “ortu hits” di grup arisan!
Ketentuan aqiqah
Biar gak salah langkah, ini nih ringkasan ketentuan aqiqah berdasarkan konsensus ulama:
| Jenis Kelamin | Jumlah Hewan | Jenis Hewan | Waktu Ideal |
|---|---|---|---|
| Laki-laki | 2 ekor kambing | Kambing, domba, sapi, atau unta | Hari ke-7, 14, atau 21 |
| Perempuan | 1 ekor kambing | Kambing, domba, sapi, atau unta | Hari ke-7, 14, atau 21 |
Catatan penting: sapi atau unta bisa dipakai untuk satu anak, atau dibagi buat tujuh anak (kayak qurban). Jadi, kalo duit terbatas, sah-sah aja patungan sama saudara. Dan inget: hukum aqiqah tetap berlaku meski lu tinggal di apartemen di Jakarta Selatan—gak cuma buat yang punya kandang sendiri di Sumbawa! Buat info lebih jelas soal dalil, lu bisa cek di Dalil Aqiqah: Ayat dan Hadis yang Sering Dilewatkan. Atau, kalo lu pengen paham dari nol, Komunitas Muslim Hijrah Sentul punya penjelasan dasar di kategori Aqidah. Yang pengen versi super lengkap? klik di sini.
Pertanyaan Umum Seputar Hukum Aqiqah
Apakah hukum aqiqah itu?
Hukum aqiqah menurut mayoritas ulama adalah sunnah muakkad—artinya sangat dianjurkan bagi yang mampu, tapi tidak wajib. Jadi, gak dosa kalo gak dilakukan, tapi rugi pahala besar kalo ditinggalkan. Ini diambil dari hadits Nabi yang menyebut aqiqah sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak.
Apa saja hukum aqiqah?
Secara umum, hukum aqiqah meliputi: (1) sunnah muakkad bagi yang mampu, (2) boleh dilakukan kapan saja—termasuk setelah dewasa, (3) boleh pakai kambing, sapi, atau unta, (4) boleh dibagi untuk 7 anak jika pakai sapi, dan (5) wajib diiringi cukur rambut dan pemberian nama baik. Ini semua berdasarkan ijma’ ulama dan dalil hadits shahih.
Apa hukumnya anak tidak di aqiqah?
Kalau orang tua mampu tapi sengaja gak ngasiqahin anak, ini termasuk mengabaikan sunnah muakkad—dan menurut sebagian ulama, bisa berdampak spiritual. Tapi kalo gak mampu, gak ada dosa sama sekali. Dan kabar baiknya: anak tetap boleh mengaqiqahi dirinya sendiri kelak. Jadi, tenang aja—hukum aqiqah itu fleksibel, bukan hukuman berat!
Hukum akikah dan qurban?
Hukum aqiqah dan qurban itu berbeda. Qurban hukumnya sunnah muakkad saat Idul Adha (waktu khusus), sedangkan aqiqah dilakukan saat kelahiran (waktu fleksibel, idealnya hari ke-7). Tapi, satu sapi boleh dipakai buat keduanya—misalnya 3 porsi qurban + 4 porsi aqiqah. Niatnya aja yang bedain. Jadi, jangan sampe lu kira ini sama! Masing-masing punya dalil dan tujuan ibadah sendiri-sendiri.
Referensi
- https://islam.nu.or.id/syariah/hukum-aqiqah-setelah-anak-mencapai-baligh-jHPao
- https://www.gramedia.com/literasi/hukum-aqiqah/
- https://www.prenagen.com/id/tata-cara-aqiqah
- https://mui.or.id/baca/pertanyaan/b7738123-7b18-43d6-b863-89747ca7c8c5
