Hadits Memuliakan Tetangga Ini Wajib Diketahui Siapa Saja

img

hadits memuliakan tetangga

Pernah nggak sih lo ngerasa tetangga lo itu kayak hantu—nggak pernah ketemu, tapi tiap malem ada suara galon air jatuh? Atau jangan-jangan, lo sendiri yang jadi “hantu” buat tetangga—nggak pernah nyapa, apalagi bantu pas mereka lagi susah? Nah, kalo iya, mungkin lo perlu dengerin nasehat dari hadits memuliakan tetangga yang bikin Nabi ﷺ sampai bilang: “Jibril terus-menerus menasihatiku tentang tetangga, sampai aku kira tetangga itu akan dapat warisan!” (HR. Bukhari). Ini bukan hadis biasa—ini semacam “peringatan keras” dari langit buat kita yang sering lupa: tetangga itu bukan cuma orang yang rumahnya deket, tapi bagian dari akhlak kita sebagai muslim. Di Jawa, kiai dulu bilang: “Tetangga iku titipan Gusti—ojo disia-siakno.” Jadi, yuk, kita urai bareng—biar surga lo nggak ditahan gara-gara hubungan tetangga yang beku kayak es teh di kulkas!

Asal-Usul dan Sanad Shahih Hadits Memuliakan Tetangga dalam Kitab Hadis Klasik

Apa hadits tentang memuliakan tetangga yang paling shahih? Salah satunya diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar RA: “Seorang di antara kalian tidak beriman hingga ia mencintai untuk tetangganya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” Ini bukan sekadar nasihat—ini standar iman! Bahkan dalam riwayat lain, Nabi ﷺ bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” Hadis ini shahih dan jadi pengingat keras: jangan kira shalat lima waktu cukup kalo lo jadi tetangga yang egois. Di pesantren dulu, santri diajarin: “Kalo lu jadi tetangga yang nyebelin, lu bisa batal puasa—karena puasa itu soal akhlak, bukan cuma perut.” Jadi, hadits memuliakan tetangga tuh bukan opsional—itu wajib!


Makna Sosial dan Spiritual di Balik Kewajiban Memuliakan Tetangga dalam Islam

Dalam Islam, hadits memuliakan tetangga itu mencerminkan konsep ukhuwah yang nyata—bukan cuma di masjid, tapi di gang kecil belakang rumah lo. Tetangga adalah “sahabat darurat”: orang pertama yang datang kalo listrik mati, kalo anak demam, atau kalo lo lupa bawa kunci. Dan Nabi ﷺ nggak main-main: beliau pernah marah besar gara-gara seorang sahabat nggak ngasih makan tetangganya yang kelaparan. Di Minang, ada pepatah: “Rumah samo tinggi, ati samo hangat”—rumah sama tinggi, hati sama hangat. Ini menunjukkan bahwa memuliakan tetangga itu bukan soal status sosial, tapi soal rasa kemanusiaan. Dan jangan lupa: tetangga dalam Islam itu nggak cuma muslim—boleh non-muslim, asal nggak memusuhi agama. Jadi, hadits memuliakan tetangga itu universal, humanis, dan full rahmat.


Perbandingan Antara Ajaran Islam dan Budaya Lokal Nusantara tentang Hubungan Bertetangga

Di banyak daerah Indonesia, nilai “silaturahmi tetangga” udah mendarah daging. Di Sunda, ada tradisi “silih asih, silih asah, silih asuh”—saling menyayangi, mengasah (ilmu), dan mengasuh (bantu). Di Betawi, ada “gotong royong bersihin gang”. Di Aceh, ada “meusiboh”—kumpul bareng bantu tetangga yang kena musibah. Ini semua selaras banget sama hadits memuliakan tetangga! Bahkan dalam adat Jawa, kalo ada hajatan, wajib ngasih makan tetangga—nggak peduli mereka dateng atau nggak. Ini bukan budaya—ini sunnah yang nyatu! Jadi, jangan heran kalo nenek-nenek di kampung marah kalo lo nggak ngasih tahu pas ada acara: “Apa lo pikir tetangga itu cuma penonton hidup lo?” Lucu, tapi dalam!


Kaitan antara Hadits Memuliakan Tetangga dan Konsep Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Memuliakan tetangga bukan berarti jadi “teman baik” yang diam aja pas mereka salah. Justru, dalam hadits memuliakan tetangga, lo juga punya tanggung jawab buat nasihati—dengan cara yang baik. Nabi ﷺ bilang: “Agama itu nasihat”—dan nasihat itu dimulai dari lingkaran terdekat: keluarga, lalu tetangga. Di Sunda, ada ungkapan: “Jangan hina, tapi bimbing.” Artinya, kalo tetangga lo buang sampah sembarangan, jangan langsung marah—tapi ajak ngobrol pelan, kasih solusi. Ini bentuk amar ma’ruf yang santun. Jadi, hadits memuliakan tetangga itu bukan soal jadi “yes man”, tapi jadi “good friend” yang jujur dan peduli.


Tabel Praktis: 5 Cara Sederhana Memuliakan Tetangga sesuai Sunnah Nabi

Biar nggak ribet, ini 5 cara simpel yang bisa lo lakuin mulai hari ini—tanpa modal besar (mulai dari IDR 0!):

NoAksiDasar Hadits
1Sapa tiap ketemu—jangan kayak lewat hantu!“Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah”
2Kasih makanan saat hajatan atau hari raya“Wahai Abu Dzar, bila engkau masak kuah, perbanyaklah airnya dan perhatikan tetanggamu”
3Jangan ganggu dengan suara keras atau sampah“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya”
4Bantu saat mereka sakit atau kena musibah“Barangsiapa memudahkan urusan orang lain…”
5Doakan mereka dalam shalat“Sebaik-baik doa adalah doa untuk orang yang tidak ada di hadapanmu”

hadits memuliakan tetangga

Penjelasan Hadits Arbain Nawawi ke-14 tentang Hak Tetangga

Hadits Arbain ke-14 tentang apa? Ini adalah hadis dari Abu Hurairah RA: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya.” Hadis ini termasuk dalam bab “hak-hak persaudaraan” dan menekankan bahwa memuliakan tetangga itu **syarat iman**—bukan pilihan! Imam Nawawi dalam syarah-nya bilang: “Hak tetangga itu sangat luas—mulai dari menjaga rahasia, membantu saat susah, sampai tidak menyakitinya dengan lisan atau perbuatan.” Di Betawi, ada nasihat: “Tetangga bukan musuh—jangan bikin hidupnya susah, nanti hidup lu yang dikunci sama malaikat!” Jadi, hadits memuliakan tetangga tuh kayak fondasi rumah: kalo rapuh, seluruh bangunan bisa roboh.


Analisis Hadits "وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ"

Apa arti hadits wa man kaana yu minu billahi wal yaumil akhiri fal yasil rohimah? Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahmi.” Ini hadis shahih dari Bukhari dan Muslim—dan meski fokusnya pada keluarga, ini juga nyambung ke tetangga! Karena dalam Islam, tetangga itu termasuk bagian dari “rahim” sosial—jaringan kasih sayang yang harus dijaga. Bahkan kalo tetangga lo bukan saudara kandung, mereka tetap “saudara” dalam ukhuwah. Di Jawa, ada pepatah: “Darah iso rusak, tapi tetangga tetep sedulur.” Jadi, hadits memuliakan tetangga itu perluasan dari cinta keluarga ke lingkungan—karena surga dimulai dari halaman rumah.


Salah Paham Umum: Memuliakan Tetangga = Harus Sering Ketemu atau Saling Pinjam Uang?

Banyak yang kira hadits memuliakan tetangga berarti harus sering nongkrong atau pinjam-meminjam. Padahal nggak! Memuliakan itu soal **menghormati batasan dan tidak menyakiti**. Kalo lo introvert dan jarang keluar, nggak masalah—asal lo nggak ganggu, nggak nyinyir, dan siap bantu kalo dibutuhkan. Nabi ﷺ aja nggak pernah maksa sahabat buat jadi sosialita—tapi beliau tegas: jangan jadi sumber fitnah! Di era sekarang, memuliakan tetangga bisa sesimpel: nggak nge-play musik keras malem-malem, atau nggak parkir ngehalangin jalan mereka. Jadi, jangan stres—hadits memuliakan tetangga itu soal akhlak, bukan performa sosial.


Peran Tetangga dalam Membangun Masyarakat yang Berbasis Sunnah dan Gotong Royong

Kalo setiap rumah punya tetangga yang saling menghormati, masyarakat jadi kayak benteng—kuat, aman, dan penuh rahmat. Di masa Nabi, satu kampung bisa jadi contoh peradaban hanya karena mereka saling menjaga. Sekarang? Banyak yang nggak tau nama tetangga sendiri. Padahal, dalam hadits memuliakan tetangga, disebut bahwa “tetangga yang baik itu termasuk separuh rezeki”. Di Aceh pasca-tsunami, yang pertama bantu bukan pemerintah—tapi tetangga! Ini bukti nyata bahwa nilai Islam itu hidup dalam solidaritas lokal. Jadi, jangan remehkan kekuatan “halaman depan”—karena dari sanalah perubahan dimulai.


Sumber Resmi dan Tempat Belajar Lebih Dalam tentang Hadits Memuliakan Tetangga

Buat lo yang pengen paham betul konteks, sanad, dan penerapan hadis-hadis sosial kayak gini, jangan cuma baca caption di medsos. Lo bisa mulai dari Komunitas Muslim Hijrah Sentul—di sana ada bahan kajian yang akurat dan aplikatif. Atau, kalo lo pengen analisis mendalam 10 hadits tentang menuntut ilmu—yang juga nyambung ke tanggung jawab sosial—cek kategori Sunnah. Dan buat lo yang pengen jaga lidah biar nggak nyakitin tetangga, jangan lewatkan Hadits Menjaga Lisan Arab Dan Artinya Dibongkar Di Sini—karena mulut yang baik adalah hadiah pertama buat tetangga tercinta!


Pertanyaan Umum tentang Hadits Memuliakan Tetangga

Apa hadits tentang memuliakan tetangga?

Salah satu hadits tentang memuliakan tetangga yang shahih adalah: “Seorang di antara kalian tidak beriman hingga ia mencintai untuk tetangganya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari & Muslim). Ini menunjukkan bahwa memuliakan tetangga adalah syarat iman, bukan sekadar akhlak biasa.

Apa arti dari hadits berikut: طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ؟

Hadits طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ artinya: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” Meski tidak langsung tentang tetangga, hadis ini mendorong umat Islam untuk belajar akhlak, termasuk cara memuliakan tetangga sesuai hadits memuliakan tetangga.

Hadits Arbain ke-14 tentang apa?

Hadits Arbain Nawawi ke-14 berbunyi: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya.” Ini menegaskan bahwa memuliakan tetangga adalah bagian dari iman—dan menjadi inti dari hadits memuliakan tetangga dalam ajaran Islam.

Apa arti hadits wa man kaana yu minu billahi wal yaumil akhiri fal yasil rohimah?

Hadits wa man kaana yu minu billahi wal yaumil akhiri fal yasil rohimah artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahmi.” Ini mencakup hubungan dengan keluarga dan juga tetangga—karena dalam Islam, tetangga adalah bagian dari jaringan sosial yang wajib dihormati sesuai prinsip hadits memuliakan tetangga.


Referensi

  • https://sunnah.com/bukhari/78
  • https://sunnah.com/muslim/1
  • https://arbaeen-nawawi.com/hadith-14/