Hadits tentang Niat Diriwayatkan Oleh Ini Jawabnya

img

Hadits Tentang Niat Diriwayatkan Oleh

Pernah gak sih kamu shalat bener-bener khusyuk, tapi pas selesai malah mikirin “eh, tadi aku niat shalat Subuh atau Dzuhur ya?” Waduh, kalau sampe lupa niat, bisa-bisa shalatnya cuma jadi senam pagi doang! Nah, ini nih pentingnya **niat**—karena dalam Islam, **niat itu kayak GPS buat amal**: salah setting, salah tujuan. Dan semua ini diawali dari satu **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** sahabat yang super humble, tapi jadi pembuka seluruh bab fiqih! Yuk, kita kupas bareng—sambil ngopi tubruk ala warung pinggir jalan—soal siapa sebenarnya yang nerima dan naruh hadits ini di kitab-kitab, plus kenapa **niat** itu bisa jadi penentu surga atau… cuma jadi capek doang. Santai tapi serius, ya! ☕

Hadits Tentang Niat Diriwayatkan Oleh Imam Bukhari dan Muslim

**Hadits tentang niat diriwayatkan oleh** dua imam paling gahar dalam dunia hadits: **Imam Bukhari** dan **Imam Muslim**. Bunyinya: “Innamal a’malu bin-niyyat.” Artinya: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” Hadits ini jadi pembuka kitab *Shahih al-Bukhari* dan termasuk *muttafaqun ‘alaih*—alias disepakati ke-shahih-annya sama dua imam besar itu. Jadi, jangan anggap remeh **niat**, karena hadits ini bukan cuma nasihat biasa, tapi fondasi seluruh amal ibadah. Bayangin: tanpa niat yang lurus, puasa jadi diet, shalat jadi yoga, dan bersedekah jadi pencitraan. Serem kan?


Siapa Perawi Utama Hadits Ini dan Bagaimana Sanadnya?

**Hadits tentang niat diriwayatkan oleh** sahabat mulia **Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu**, yang mendengar langsung dari Nabi Muhammad SAW. Sanadnya bersambung sempurna: Nabi → Umar → Alqamah bin Waqqash al-Laitsi → Muhammad bin Ibrahim at-Taymi → dst, hingga sampai ke Bukhari dan Muslim. Para ahli hadits bilang, sanad ini termasuk *muttashil* dan perawinya *tsiqah* (terpercaya). Jadi, jangan percaya kalo ada yang bilang “hadits niat itu gak jelas”—ini salah satu hadits paling *solid* dalam seluruh literatur Islam. Bahkan, ulama bilang: **niat itu kuncinya amal**, dan kuncinya sendiri dipegang sama hadits yang **diriwayatkan oleh** Umar bin Khattab ini.


Arti Per Kata dari Hadits “Innamal A’malu Bin-Niyyat”

Mari kita bedah pelan-pelan biar nancep di hati:
Innama = sesungguhnya (penegas)
al-a’malu = amal-amal (semua bentuk ibadah dan perbuatan)
bi-n-niyyat = dengan niat
Jadi, kalimat lengkapnya: “Sesungguhnya segala amal itu tergantung pada niatnya.” Ini berarti, dua orang bisa shalat di tempat sama, waktu sama, gerakan sama—tapi nilai di sisi Allah bisa beda jauh, tergantung **niat** masing-masing. Yang satu niat karena Allah, yang satu niat biar dipuji. Nah, **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Umar ini jadi pengingat: jangan sibuk sama tampilan amal, tapi urus dulu isi hati—karena Allah gak liat story Instagram kita, tapi liat niat di baliknya.


Hubungan Hadits Ini dengan Konsep Keikhlasan dalam Islam

**Niat** dan **ikhlas** tuh kayak dua sisi koin—gak bisa dipisahin. Dalam **hadits tentang keikhlasan niat**, Nabi bersabda: “Allah tidak menerima amal kecuali yang ikhlas karena-Nya dan mengikuti sunnahku.” Ini nyambung banget sama **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Bukhari-Muslim tadi. Karena **niat** yang bener itu pasti mengarah ke **ikhlas**: gak cari pujian, gak cari likes, gak cari jabatan—cuma cari ridho Allah. Jadi, kalo kamu niat puasa biar langsing, itu gak salah—tapi kalau itu satu-satunya niat, amalnya gak masuk nilai akhirat. Harus ada lapisan “karena Allah” di dalamnya. Gitu, bro!


Konteks Sosial Hadits Niat di Era Sosial Media

Di zaman sekarang, **niat** sering terganggu sama “efek kamera”. Udah shalat Subuh, langsung upload story: “Alhamdulillah, istiqamah!”—padahal niat aslinya gak jelas. Nah, di sinilah **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Umar bin Khattab jadi alarm moral: amal itu diliat dari niat, bukan dari dokumentasi. Bisa jadi, yang gak pernah upload justru lebih ikhlas. Dan jangan lupa: **niat** bisa berubah dalam sekejap—jadi perlu dicek terus, kayak saldo e-wallet! Minimal, sebelum upload foto sedekah, tanya diri sendiri: “Gue niat bantu orang, atau biar dikira dermawan?” Kalau jawabannya goyah, mending gak usah upload—biar pahalanya gak ketuker sama likes.

hadits tentang niat diriwayatkan oleh

Makna “La Dharara wa la Dhirar” dan Hubungannya dengan Niat

Kamu mungkin pernah dengar hadits: “La dharara wa la dhirar.” Artinya: “Tidak boleh memberi mudarat pada diri sendiri, dan tidak boleh memberi mudarat pada orang lain.” Ini juga bagian dari **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Ibnu Majah dan lainnya. Kaitannya? Kalau niatmu bikin amal yang nyakitin orang (misal: sedekah buat ngejek orang miskin), itu melanggar prinsip ini. Jadi, **niat** yang benar harus selaras dengan akhlak Islam: gak merugikan, gak sombong, gak riya’. **Hadits tentang niat** bukan cuma soal “tulus”, tapi juga “bertanggung jawab secara sosial”.


Tabel: Perbandingan Amal dengan Niat yang Berbeda

Biar makin jelas, nih kita kasih tabel simpel:

Jenis AmalNiat Karena AllahNiat Karena Dunia
ShalatDiterima, dapat pahala akhiratCuma jadi gerakan fisik—gak bernilai di akhirat
SedekahBersihkan harta & hatiBisa jadi riya’—malah dosa
Belajar IlmuJadi cahaya di kuburCuma buat sombong—justru jadi beban

Jadi, **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Umar ini gak cuma teori—tapi punya dampak langsung ke nasib amal kita di hari hisab. Makanya, jangan main-main sama niat!


Statistik: Seberapa Banyak Muslim yang Memahami Pentingnya Niat?

Menurut survei ilustratif (karena data pasti masih langka), sekitar 72% anak muda tahu istilah “niat”, tapi cuma 28% yang rutin mengecek niat sebelum beramal. Sisanya? “Yang penting udah ngaji,” “Yang penting shalat lima waktu.” Nah, ini bahaya! Karena **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Bukhari dan Muslim justru bilang: **yang penting itu niatnya**! Jadi, jangan puas cuma “udah beramal”—tapi pastiin dulu niatnya udah lurus ke Allah, bukan ke timeline medsos.


Hadits tentang Keikhlasan Niat dalam Kitab Lain

Selain hadits utama tadi, ada juga **hadits tentang keikhlasan niat** yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: “Barangsiapa beramal bukan karena Allah, maka Allah akan menyerahkan urusannya kepada orang yang dia cari keridhaannya.” Artinya: kalo kamu shalat biar dipuji si doi, ya nikmati aja pujiannya—tapi pahala akhirat? Nggak ada! Ini jadi pelengkap sempurna dari **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Umar: niat itu penentu, dan ikhlas itu syaratnya. Jadi, jangan heran kalo amal kamu gak “nyambung” ke langit—bisa jadi, niatnya masih “nyantol” di dunia.


Relevansi Hadits tentang Niat Diriwayatkan Oleh bagi Generasi Milenial dan Gen Z

Anak muda sekarang hidup di dunia di mana “penampilan” sering dihargai lebih dari “niat”. Tapi Islam ngajarin: **Allah liat isi, bukan sampul**. Makanya, **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Umar bin Khattab ini gak ketinggalan zaman—malah makin relevan! Kamu bisa tetap eksis di medsos, asal niatnya bener: dakwah, berbagi ilmu, atau menginspirasi. Tapi kalo niatnya cari validasi, hati-hati—bisa jadi amal kamu cuma jadi “konten”, bukan ibadah. Dan buat kamu yang pengen eksplor lebih dalam soal akhlak dan sunnah, jangan lupa mampir ke Komunitas Muslim Hijrah Sentul. Kalo kamu suka bahasan seperti ini, cek juga kategori Sunnah. Atau, kalau butuh bacaan tentang amalan bulan Sya’ban, baca juga Hadits Tentang Nisfu Sya’ban Ini Jangan Sampai Terlewat. Semua ini dibikin biar kamu gak cuma tahu **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** siapa—tapi juga jago niat yang bener!


Pertanyaan Umum tentang Hadits Niat

Diriwayatkan oleh siapakah hadis tentang niat?

**Hadis tentang niat** diriwayatkan oleh sahabat mulia Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, dan dimuat dalam dua kitab paling shahih: Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Redaksinya: “Innamal a’malu bin-niyyat.” Hadits ini jadi fondasi utama dalam menilai keabsahan dan nilai suatu amal dalam Islam.

Siapakah yang meriwayatkan hadits niat?

**Hadits niat** diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, lalu disampaikan melalui sanad yang shahih hingga sampai ke **Imam Bukhari** dan **Imam Muslim**. Karena itu, hadits ini termasuk dalam kategori muttafaqun ‘alaih dan menjadi pembuka bab fiqih dalam banyak kitab klasik.

Apa maksud hadits "لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ"?

Hadits “La dharara wa la dhirar” artinya: “Tidak boleh memberi mudarat pada diri sendiri, dan tidak boleh memberi mudarat pada orang lain.” Meski bukan bagian langsung dari **hadits tentang niat diriwayatkan oleh** Umar, hadits ini relevan karena mengingatkan bahwa **niat** yang benar harus selaras dengan prinsip keadilan dan kebaikan sosial dalam Islam.

Apa hadits tentang keikhlasan niat?

Salah satu **hadits tentang keikhlasan niat** adalah: “Allah tidak menerima amal kecuali yang ikhlas karena-Nya dan mengikuti sunnahku.” Ini menegaskan bahwa **niat** harus murni karena Allah, tanpa campur riya’ atau pamrih dunia. Kombinasi **ikhlas dan niat lurus** inilah yang menjadikan amal diterima di sisi-Nya.


Referensi

  • https://sunnah.com/bukhari/1/1
  • https://sunnah.com/muslim/33/106
  • https://sunnah.com/ibnmajah/2/24